Itulah sahabatku, gadis cerewet yang berbicara seperti kereta api, yang kukenal sejak penataran mahasiswa baru. “Ray? Film Porno Akhirnya kami bersepakat untuk mengabaikan Chie yang kemudian mengamuk dan memutuskan untuk mengikrarkan tali persahabatan antara kami bertiga. Karena bagiku Chie tak lebih dari sekedar bunga mawar yang jingga di antara kumpulan bunga-bunga mawar merah di kebunku. Siapa suruh diam,” kataku setelah mendudukkan diriku di sampingnya, dan menyimpan bungkus rokok itu di tempat yang aman.“Ah, Ray,” Chie mendesah. Kugigit bibirnya, merasakan kepalanya yang terangkat dan cengkeraman kuku-kukunya di kulit punggungku. Pertanyaan yang sangat sukat untuk kujawab. Kalau kamu?” Chie menghela nafasnya. “Nih, rokok.”
Chie menyambar bungkus Marlboro di tanganku dan membuangnya ke sudut ruangan. Akhirnya kami bersepakat untuk mengabaikan Chie yang kemudian mengamuk dan memutuskan untuk mengikrarkan tali persahabatan antara kami bertiga. “Ray tahu.”
Chie menangis dalam pelukanku, membuatku sejenak mengingat ayahku sendiri yang selalu berkutat dalam pertempurannya dengan idealisme yang kumiliki.
